Kamis, 13 Maret 2008

Nuansa Hadits : Bab Shalat Musafir (Orang Bepergian)

Mengenai shalat safar atau shalatnya orang bepergian (shalat musafir) maka ada 3 pokok bahasan yang perlu kita ketahui untuk memahami shalat safar atau musafir bahkan ada pula yang menyebutnya sebagai shalat qashar. Adapun 3 pokok bahasan tersebut adalah :

    1. Ketentuan jarak shalat safar.
    2. Batas waktu dibolehkan shalat safar.
    3. Kewajiban menyempurnakan shalat-bagi musafir.
1.Ketentuan jarak dilakukannya shalat safar.

Menurut Imam Ibnu Mundzir menyebutkan bahwa ada sekitar 20 fiirqah (pendapat) yang memperselisihan tentang jarak mulai dilakukan shalat safar tersebut.

Berikut ini salah satu dalil yang dijadikan hujjah (alasan) menetapkan jarak minimal 4 barid atau 77.520 m atau ± 78 Km (dari Mekkah ke Usfan) :

Artinya : Dari ibnu abbas ia memberitakan Rasulullah berkata : jangan kamu sekalian mengqashar shalat dalam perjalanan yang lebih dekat dari 4 barid, mulai dari Mekkah hingga Usfan. (yang memberitakan hadist ini Ad-daraquthni dengan isnad dla'aif)

Hadits diatas mempunyai cacat dalam penyampaiannya dikarenakan ada musnad (orang yang menyampaikan berita / hadits ini) yaitu Abdul Wahad bin Mujahid dituduh sebagai tukang karang / pendusta hadits seperti yang dinukil dalam kitab Nail Authar juz III.

Dasar-dasar hadits yang menetapkan bahwa batas minimal 3 mil bagi orang yang dianggap musafir adalah sebagai berikut :

Artinya : Syau'bah dari Yayah bin Yazid Hannafiy ia memberitakan Saya berkata kepada Anas bin Malik tentang sholat Qashar, maka Anas menjawab: Rasullullah SAW apabila bepergian perjalanan 3 mil entah 3 farsah, beliau SAW shalat 2 (dua) rakaat (HSR. Ahmad dan Muslim)

Mil yang dipakai dalam penerapan Hadits ini tentu bukan mil yang dipakai oleh lnggris, Jerman ataupun yang lainnya. Melainkan mil hasyimiy yaitu 1 (satu) mil sama dengan 1847 meter atau 3 mil sama dengan 5541 meter atau ± 6 km.

Kata-kata 3 mil atau 3 farsah diatas sepertinya membingungkan karena perawi dari Syau'bah ragu-ragu dalam periwayatannya, artinya kalau tidak salah penangkapannya salah satu diantaranya 3 mil atau 3 farsah. Padahal 1 farsah = 3 mil kalau 3 farsah = 9 mil, tentu hitungan tersebut sangat membingungkan. Tetapi simpang siurnya, atau keragu-raguan tersebut dijernihkan dengan adanya berita dari.Abu Sa'id Al-Khudri sebagai berikut :

Artinya : Al-Hafidz lbnu Hajar menyatakan dalam kitab Attalkhis: (Hadits berita Ahmad, Muslim cs) adalah satunya hadits yang menjelaskan jarak jauhnya shalat safar, dan itu pula yang paling tegas. Adapun kekaburan antara mil atau farsah, itu dapat diluruskan (dibereskan) dengan hadits yang diberitakan Abu Said Al-Khudri ia memberitakan Rasul/Allah SAW apabila bepergian sejauh satu farsah, maka Beliau SAW mengqashar dua rakaat (Hadits diberitakan Said bin Mansur dan Al-Hafidz menyebutkannya dalam At-talkhis dan ia menetapkannya secara diam dari padanya).

Jadi kesimpulan pendapat Abu Said ukuran jarah jauh 3 mil = 1 farsah atau sama dengan 5541 meter atau ± 6 km baik itu berjalan kaki, naik onta atau pun naik pesawat sekalipun tidak menjadi soal ketentuannya mengingat Hadits Shohih bahkan- yang Dla'if hanya memberitakan masalah jarak jauhnya saja.

2.Batas Waktu Dibolehkannya Shalat Safar.

Tentang lamanya ketentuan hukum musafir bagi orang yang bepergian lebih dari jarak ± 6 km diatas bersandar pada berita tegas berikut ini :

Artinya : Dari Umar ia memberitakan: bahwa Nabi SAW bersabda: shalat orang bepergian adalah dua rakaat sehingga ia kembali ke keluarganya atau ia mati (HSR Khatib) Hadits diatas dengan tegas menyatakan shalat orang pergi (minim 5541 meter) adalah dua rakaat tanpa dibatasi waktunya selama belum pulang ke tempat keluarganya.

Kisah para sahabat Nabi SAW pergi walaupun lama asalkan belum pulang ketempat asli mereka, tetap shalat 2 (dua) rakaat selain shalat Maghrib seperti hadits dibawah ini :

Artinya : Dari Hafsah bin Ubaididlah ia memberitakan : Anas bin Malik bertempat di Syam 2 tahun ia shalat memakai shalat musafir 2 (dua) rakaat. Dan Anas berkata: Sahabat-sahabat Nabi SAW bertempat Ramhurmuz tujuh bulan mereka, tetap mengqashar shalat. Dan Al-Hasan berkata: saya bertempat di Kabul bersama Abdul Rahman bin Samurah 2 tahun tetap mengqashar shalat dan tidak menjama' (menggabungkan). Dan Ibrahim berkata adalah sahabat-sahabat Nabi SAW bertempat di Riy satu tahun dan lebih dari satu tahun. Dan di Sajastan dua tahun , mereka shalat dua rakaat. Maka itu pimpinan dari Nabi SAW dan para sahabat-sahabatnya sebagaimana yang engkau lihat, dan itu benar. (Fiqkhus-sunah Juz Il)

3.Kewajiban menyempurnakan shalat dalam bepergian.

Pengertian bahwa shalat 2 rakaat yang di lakukan umumnya dianggap sebagai shalat qashar dan boleh di ringankan ( boleh, dikerjakan atau lebih baik tidak dikerjakan) didasarkan dengan hadits di bawah ini :

Artinya : Dari A'isyah ra. ia memberitakan : sesungguhnya Nabi SAW adalah meringkas shalat dalam bepergian, dan juga menyempurnakan 4 (empat) rakaat, dan juga pernah berpuasa dan pernah tidak puasa.
Yang memberitakan hadits ini adalah Ad-daraquthni, dan perawi perawinya bisa dipercaya, hanya saja masih dipandang cacat (dalam subulus salam juz II) :


Artinya
: Dari A'isyah ra ia berkata : saya pergi bersama Nabi SAW dalam melakukan umrah di bulan ramadhan , maka Nabi SAW tidak puasa dan saya puasa dan Nabi SAW meringkas rakaat shalat (2 rakaat) dan saya menyempumakan (4 rakaat), kemudian saya berkata : Dengan ayahku dan ibuku, engkau tidak puasa dan saya puasa dan engkau meringkas shalat dan saya, menyempurnakan ? maka beliau SAW menjawab : Kamu berbuat baik, hai .A'isyah. Yang memberitakan ini adalah Ad-­daraquthni, dan ia menyatakan : ini adalah isnad baik (nail­authar juz II).

Hadits-hadits di atas di pandang cacat meskipun rijal (orang yang menyampaikan) bisa dipercaya dikarenakan bersambungnya. Abdurrahman pada A'isyah di waktu itu Abdurrahman masih kecil dan tidak mendengar langsung A'isyah serta berita, diatas bertabrakan dengan keterangan berikut :

Artinya : Syaik kami lbnu Taimiyah menyatakan : dan berita ini (hadits diatas) adalah bathil, tidaklah terjadi Ummul-Mu’minin (A'isyah) mau menyalahi Rasulullah dan seluruh sahabatnya, kemudian A'isyah mau shalat menyalahi mereka, itu tidak terjadi. Sedangkan dalam berita shahih dari, A'isyah ada yang menyatakan : Bahwasannya Allah memfardlukan shalat diwaktu permulaannya adalah 2 (dua) rakaat. Kemudian ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, barulah rakaat shalat ditambah menjadi empat-empat rakaat dalam waktu hadlar (tidak bepergian) dan tetap dua-.dua rakaat seperti permulaan diwajibkannya, untuk shalat waktu pergi. (muttafaq alaihi).

Sedangkan dalii yang menerangkan sangat diutamakannya shalat 2 rakaat diwaktu bepergian seperti hadits berikut :

Artinya : Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata:: Saya menyertai Nabi SAW (dalam bepergian) maka beliau SAW TIDAK PERNAH menambah diatas 2 (dua) rakaat hingga nyawa beliau SAW dicabut oleh Allah. Dan saya menyertai Abu Bakar pun TIDAK PERNAH menambah diatas 2 (dua) rakaat hingga nyawa beliau ra dicabut oleh Allah. Dan aku menyertai Umar pun TIDAK PERNAH menambah diatas 2 (dua) rakaat hingga nyawa beliau ra dicabut oleh Allah. Dan saya menyertai Utsman pun TIDAK PERNAH menambah diatas 2 (dua) rakaat hingga nyawa beliau ra dicabut oleh Allah. (Muttafaq alaihi dan lafadz bagi muslim).

Note : tambahan/sisipan.

Hadits diatas sudah sangat jelas bahwa Nabi tidak pernah satu kalipun mengerjakan shalat musafir itu lebih dari 2 rakaat begitu juga para sahabat-­sahabatnya. Hingga demikian dalil tersebut menjadi dalil Qaidah (bukan dalil nash) seperti halnya dengan shalat subuh, shalat jum'at, salat 2 hari raya semuanya wajib 2 rakaat (tidak menyatakan secara langsung dengan kalimat di Wajibkan....)

Adapun dalil-dalil yang menguatkan dikerjakan shalat bepergian itu 2 rakaat seperti hadits-hadits berikut ini :

Artinya : Dari lbnu Umar ia berkata : saya shalat bersama Nabi SAW 2 (dua) rakaat dan bersama Abu bakar pun dua rakaat, dan bersama Umar pun dua rakaat, kemudian sesudah itu jalan (syariat) menjadi pecah padamu. Maka alangkah baiknya bagianku dua rakaat yang diterima dari pada empat rakaat (Al Bukhari).

Artinya : Dari Abdurrahman bin Yazid ia memberitakan : Utsman shalat bersama Kami di Mina 4 rakaat, kemudian kejadian itu di laporkan kepada Abdullah Bin Mas'ud kemudian beliau beristirja' (membaca "innalillahi wa inna ilahi Raji'un) kemudian beliau melanjutkan berkata : saya shalat bersama RasullAllah SAW di Mina 2 rakaat, dan shalat bersama Abu Bakar di Mina juga 2 rakaat, dan saya shalat bersama Umar di Mina juga 2 rakaat maka alangkah baiknya bagianku 2 rakaat yang diterima daripada 4 rakaat. (HSR. Al-Bukhari).

Hadist diatas juga dikuati dengan hadits dibawah ini :

Artinya : Dari lbnu Abbas ia berkata : bahwa Allah memfardlukan shalat pada lisan Nabimu atas orang bepergian 2 rakaat, atas orang mukim 4 rakaat dan Khauf 1 rakaat (Muslim)

Artinya : Dari Umar Ibnu Khattab ra. ia berkata : Shalat Idul Adha 2 rakaat, shalat Shubuh 2 rakaat, shalat Idul Fithri 2 rakaat, shalat orang bepergian 2 rakaat. (Semua 2 rakaat itu) sempurna/tamam, bukan qashar, itu menurut lisan Muhammad SAW (HSR Ahmad dan An-Nasa'iy dan Ibnu Majah).

Andaikata shalat 2 rakaat tersebut dianggap Rukhsah maka akan dikuati dengan dalil dibawah ini :

Artinya : Dari Ibnu Umar ia memberitakan : RasullAllah bersabda : Bahwa Allah senang rukhsahnya dilakukan dan Ia benci pada melakukan durhaka/tidak mengerjakan (HSR Ahmad).

Dengan demikian jelaslah barang siapa yang mau mengerjakan rukhsahnya Allah dengan senang hati maka Allahpun akan sangat senang kepadanya,meskipun ia tidak sreg karena ringannya. Tetapi yang jelas shalat 2 rakaat karena Allah bukan kemauannya sendiri atau kepuasan dirinya sendiri. Jadi manakah yang lebih baik shalat 4 rakaat karena keinginannya sendiri atau yang 2 rakaat yang disenangi Allah....?. begitulah Rasulullah dan sahabatnya mengerjakannya (lihat hadits di atas).

Kalaulah orang sekarang beranggapan bahwa dulu tidak ada kendaraan yang cepat. Maka sama halnya mengkoreksi sang pembuat hukum shalat safar yaitu Allah azza wa jalla tidak memperhitungkan kemajuan jaman untuk agamanya atau agaknya perlu nabi pembaharu lagi...?.Jangan deh..!!

Sehingga dalam kalangan ahli fiiqih dinyatakan dalam qaidah ilmu Ushulul­Fiqhi sebagai berikut :

Artinya : Dan yang dimaksud dengan kata "Rukhsah" ialah memudahkan dan meluaskan dalam meninggalkan sebagian perkara-perkara wajib, atau menghalalkan sebagaian perkara-perkara haram. Dan kata-kata "Rukhsah" dalam lisan ahli-ahli Ushulul-Fiqih ialah : Hukum yang tetap yang menyalahi dalil wajib atau haram karena ada udzur.